Indonesia Darurat Hak Lintas Damai Bagi Kapal Asing !
https://hukuminfoterbaru.blogspot.com/2016/11/indonesia-darurat-hak-lintas-damai-bagi.html
Indonesia Darurat Hak Lintas Damai Bagi Kapal Asing !
Hak lintas damai atau the right of innocent passage
merupakan hukum kebiasaan internasional yang dikembangkan sebagai hukum
progresif dan telah dikodifikasi ke dalam Konvensi Hukum Laut Jenewa
1958. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 14-23 Konvensi tentang Laut
Teritorial dan Zona Tambahan dan yang terbaru, yakni Konvensi Hukuum
Laut PBB 1982 tepatnya di dalam pasal 17-32 Bagian III Konvensi Hukum
Laut PBB 1982. Hak lintas damai merupakan hak bagi kapal-kapal asing
untuk berlayar di laut teritorial suatu negara pantai sehingga mendukung
kedaulatan sebuah negara agar tetap dihormati dan perdagangan antar
negara tetap berjalan.
Awal
munculnya pandangan terhadap hak lintas damai bermula dari pandangan
bahwa laut tidak dapat dimiliki oleh siapa pun tetapi dapat dimanfaatkan
untuk apa pun dan siapa pun (res nullius). Baru setelah
lahirnya konsep laut teritorial, dimana sebuah negara memiliki
kedaulatan terhadap laut teritorialnya sendiri maka kebebasan
kapal-kapal asing untuk berlayar di laut teritorial terhambat. Hal
inilah yang menyebabkan arus perdagangan terhambat sebab kapal-kapal
asing hanya diperbolehkan berlayar di laut lepas. Munculah sebuah
kompromi yang mana laut teritorial tetap merupakan bagian wilayah dan
kedaulatan negara pantai yang bersangkutan tetapi kapal-kapal memiliki
hak berlayar di laut teritorial selama tidak mengganggu kedaulatan
negara tersebut.
Lantas
bagaimana dengan yurisdiksi Indonesia yang menempuh jalur hukum
terhadap pelanggaran atas kapal-kapal asing yang melanggar di laut
teritorial Indonesia? Tentunya pembaca sering mendengar pemberitaan
bahwa laut teitorial Indonesia acap kali terganggu dengan kapal-kapal
asing yang tidak memiliki izin untuk mengambil kekayaan hewani.
Langkah-langkah hukum yang ditempuh selain penenggelaman kapal asing
adalah proses penangkapan dan penyidikan di pengadilan setempat sebagai
upaya minimalisasi adanya kapal penangkap ikan yang mencuri sumber daya
hewani Indonesia (illegal fishing). Apakah langkah pemerintah,
khususnya Kementerian Laut dan Perikanan Indonesia tepat? Mengingat
sudah adanya kompromi hak lintas damai bagi kapal asing berlayar di laut
teritorialnya? Apakah tindakan pemerintah dalam penenggelaman kapal
asing merupakan tindakan inkompromi terhadap hak lintas damai?
Dalam
Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 telah dijelaskan dalam pasal 15 ayat 2
bahwa perbuatan menghambat atau menghalang-halangi jelas merupakan
pelanggaran atas maksud dan tujuan dari hak lintas damai itu sendiri
karena merugikan kapal-kapal asing, apabila tindakan mengahalang-halangi
tersebut tidak jelas sebab musababnya. Tindakan pemerintah bukan
merupakan tindakan yang tidak memiliki kejelasan tetapi merupakan bagian
dari yursidiksi negara dalam mempertahankan kedaulatannya. Hal ini pun
selaras dengan pasal 16 ayat 1 Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 yang
memperkenankan negara panta untuk mengambil langkah-langkah yang
dipandang perlu untuk mencegah pelayaran kapal-kapal asing yang tidak
damai yang terjadi di dalam laut teritorialnya. Kategori pelayaran yang
tidak damai tergantung pada kepentingan nasional masing-masing negara.
Dari segi perspektif Indonesia, illegal fishing merupakan bentuk pelanggaran karena dapat merugikan negara.
Criminal jurisdiction
(yurisdiksi kriminal) merupakan hak dari negara pantai untuk menempuh
langkah-langkah berdasarkan hukum nasionalnya. Dengan begitu suatu
negara dapat melakukan penangkapan atau penyelidikan di atas kapal asing
yang melintasi laut teritorialnya selama perbuatan kapal asing tersebut
memiliki alasan jelas terhadap pelanggaran yang diperbuatnya. Tentunya
kompromi yang diberikan oleh hak lintas damai tidak boleh
dimultitafsirkan sebagai kebebasan sebebas-bebasnya dalam
mengeksploitasi kekayaan laut negara lain secara illegal. Karena
bagaimana sebagai sebuah negara, adalah yurisdiksinya untuk menjaga
sumber daya yang ada untuk mensejahterakan masyarakatnya. “Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Urgensi
lahirnya hak lintas damai merupakan sebuah bentuk kompromitas terhadap
negara-negara yang akan berlayar di laut teritorial suatu negara. Namun,
perlu ditekankan bahwa hak lintas damai tersebut tidak serta merta
membuat semua kapal dapat bebas melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat
mengganggu stabilitas kedaulatan negara. Pengertian “lintas” dan
“melintasi” disini diartikan sebagai kapal yang harus berlayar secara
terus menerus. Diperkenankan berhenti maupun membuang sauh (anchoring)
apabila dalam keadaan memaksa atau darurat. Sehingga aktivitas lain
yang dianggap mengganggu kepentingan nasional negara yang bersangkutan
dapat dikenai sanksi sesuai dengan hukum dimana laut teritorial itu
berada.
REFERENSI
Parthiana, I Wayan. 2014. Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia. Bandung: Yrama Widya.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958
CalonSH