Indonesia Darurat Hak Lintas Damai Bagi Kapal Asing !


Indonesia Darurat Hak Lintas Damai Bagi Kapal Asing !

Hak lintas damai atau the right of innocent passage merupakan hukum kebiasaan internasional yang dikembangkan sebagai hukum progresif dan telah dikodifikasi ke dalam Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 14-23 Konvensi tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan dan yang terbaru, yakni Konvensi Hukuum Laut PBB 1982 tepatnya di dalam pasal 17-32 Bagian III Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Hak lintas damai merupakan hak bagi kapal-kapal asing untuk berlayar di laut teritorial suatu negara pantai sehingga mendukung kedaulatan sebuah negara agar tetap dihormati dan perdagangan antar negara tetap berjalan.

Awal munculnya pandangan terhadap hak lintas damai bermula dari pandangan bahwa laut tidak dapat dimiliki oleh siapa pun tetapi dapat dimanfaatkan untuk apa pun dan siapa pun (res nullius). Baru setelah lahirnya konsep laut teritorial, dimana sebuah negara memiliki kedaulatan terhadap laut teritorialnya sendiri maka kebebasan kapal-kapal asing untuk berlayar di laut teritorial terhambat. Hal inilah yang menyebabkan arus perdagangan terhambat sebab kapal-kapal asing hanya diperbolehkan berlayar di laut lepas. Munculah sebuah kompromi yang mana laut teritorial tetap merupakan bagian wilayah dan kedaulatan negara pantai yang bersangkutan tetapi kapal-kapal memiliki hak berlayar di laut teritorial selama tidak mengganggu kedaulatan negara tersebut.

 Lantas bagaimana dengan yurisdiksi Indonesia yang menempuh jalur hukum terhadap pelanggaran atas kapal-kapal asing yang melanggar di laut teritorial Indonesia? Tentunya pembaca sering mendengar pemberitaan bahwa laut teitorial Indonesia acap kali terganggu dengan kapal-kapal asing yang tidak memiliki izin untuk mengambil kekayaan hewani. Langkah-langkah hukum yang ditempuh selain penenggelaman kapal asing adalah proses penangkapan dan penyidikan di pengadilan setempat sebagai upaya minimalisasi adanya kapal penangkap ikan yang mencuri sumber daya hewani Indonesia (illegal fishing). Apakah langkah pemerintah, khususnya Kementerian Laut dan Perikanan Indonesia tepat? Mengingat sudah adanya kompromi hak lintas damai bagi kapal asing berlayar di laut teritorialnya? Apakah tindakan pemerintah dalam penenggelaman kapal asing merupakan tindakan inkompromi terhadap hak lintas damai?

Dalam Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 telah dijelaskan dalam pasal 15 ayat 2 bahwa perbuatan menghambat atau menghalang-halangi jelas merupakan pelanggaran atas maksud dan tujuan dari hak lintas damai itu sendiri karena merugikan kapal-kapal asing, apabila tindakan mengahalang-halangi tersebut tidak jelas sebab musababnya. Tindakan pemerintah bukan merupakan tindakan yang tidak memiliki kejelasan tetapi merupakan bagian dari yursidiksi negara dalam mempertahankan kedaulatannya. Hal ini pun selaras dengan pasal 16 ayat 1 Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 yang memperkenankan negara panta untuk mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu untuk mencegah pelayaran kapal-kapal asing yang tidak damai yang terjadi di dalam laut teritorialnya. Kategori pelayaran yang tidak damai tergantung pada kepentingan nasional masing-masing negara. Dari segi perspektif Indonesia, illegal fishing merupakan bentuk pelanggaran karena dapat merugikan negara.

Criminal jurisdiction (yurisdiksi kriminal) merupakan hak dari negara pantai untuk menempuh langkah-langkah berdasarkan hukum nasionalnya. Dengan begitu suatu negara dapat melakukan penangkapan atau penyelidikan di atas kapal asing yang melintasi laut teritorialnya selama perbuatan kapal asing tersebut memiliki alasan jelas terhadap pelanggaran yang diperbuatnya. Tentunya kompromi yang diberikan oleh hak lintas damai tidak boleh dimultitafsirkan sebagai kebebasan sebebas-bebasnya dalam mengeksploitasi kekayaan laut negara lain secara illegal. Karena bagaimana sebagai sebuah negara, adalah yurisdiksinya untuk menjaga sumber daya yang ada untuk mensejahterakan masyarakatnya. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Urgensi lahirnya hak lintas damai merupakan sebuah bentuk kompromitas terhadap negara-negara yang akan berlayar di laut teritorial suatu negara. Namun, perlu ditekankan bahwa hak lintas damai tersebut tidak serta merta membuat semua kapal dapat bebas melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat mengganggu stabilitas kedaulatan negara. Pengertian “lintas” dan “melintasi” disini diartikan sebagai kapal yang harus berlayar secara terus menerus. Diperkenankan berhenti maupun membuang sauh (anchoring) apabila dalam keadaan memaksa atau darurat. Sehingga aktivitas lain yang dianggap mengganggu kepentingan nasional negara yang bersangkutan dapat dikenai sanksi sesuai dengan hukum dimana laut teritorial itu berada.

REFERENSI
Parthiana, I Wayan. 2014. Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia. Bandung: Yrama Widya.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958
CalonSH

Related

Persoalan Hukum 8657879714745829008

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Baca Dulu !!

Informasi yang dibagikan oleh HukumInfo tidak dibuat sebagai bentuk hukum atau yang serupa dengan itu.Informasi yang kami bagikan lebih kepada gambaran tentang Hukum sebagai bentuk referensi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan hukum umum bagi semua kalangan masyarakat di Indonesia.

Please Like

Total Pengunjung

item