LEGAL REVIEW | “Legalitas Digital Forensik dalam Sistem Pembuktian Hukum Acara Pidana di-Indonesia”
https://hukuminfoterbaru.blogspot.com/2016/11/legal-review-legalitas-digital-forensik.html
LEGAL REVIEW
“Legalitas
Digital Forensik dalam Sistem Pembuktian Hukum Acara Pidana di-Indonesia”
PENDAHULUAN
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
dewasa ini sangat mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia. Pengaruh
tersebut dapat terlihat dari dua dampak yang berbeda, yaitu dampak positif dan dampak
negatif. Kedua dampak ini muncul dan berkembang bersama dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Berbagai kemudahan dapat dirasakan umat
manusia sebagai perwujudan dampak positif dari perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Kemudahan dalam mendapatkan informasi dan memperbesar lingkup
bisnis dengan bantuan jaringan nirkabel menjadi contoh dampak positif dari
perkembangan ini. Akan tetapi selain dampak positif, kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi juga banyak melahirkan dampak negatif. Dampak negatif
dari perkembangan tersebut juga mempengaruhi lahirnya modus-modus baru dalam
melakukan suatu kejahatan yang berkaitan dengan komputer di Indonesia.
Salah satu contoh kejahatan yang
berkembang bersamaan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
yaitu kejahatan komputer (cibercrime). Begitu cepatnya perkembangan kejahatan dalam
bidang teknologi informasi dan komunikasi secara tidak langsung mengharuskan
para penegak hukum untuk ikut berpartisipasi didalamnya.
Indonesia merupakan salah satu negara
yang merasakan dampak dari perkembangan ini. Untuk menangkal dampak negatif
yang ditimbulkan dari cibercrime, pemerintah indonesia menunjukan kepeduliannya
dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Akan tetapi sama halnya dengan kejahatan lainnya yang
membutuhkan keahlian khusus untuk menggali bukti untuk diperhadapkan didepan
sidang pengadilan, cibercrime juga demikian. Oleh karena itu munculah istilah
Komputer Forensik sebagai salah satu cabang ilmu bantu dalam sistem peradilan
di Indonesia.
Oleh karenanya penting untuk mengetahui
mengenai legalitas dari Digital Forensik itu sendiri sebagai salah satu ilmu
bantu dalam sistem pembuktian hukum acara pidana di Indonesia.
PEMBAHASAN
Ilmu
forensik merupakan suatu cabang ilmu bantu yang relatif baru di Indonesia. Ilmu
ini baru dikenal dengan nama forensik pada abad ke-19. Hal ini tentunya menjadi
tantangan tersendiri bagi penegakan hukum di Indonesia. Bagaimana tidak,
walaupun masih baru di kenal ilmu forensik menjadi salah satu bidang keilmuan
yang memiliki perkembangan yang sangat cepat.
Pengertian
dari Ilmu Forensik yaitu suatu ilmu yang penerapannya dilakukan oleh seseorang
atau beberapa orang yang memiliki suatu keahlian khusus dibidangnya untuk
mencari, mengumpulkan dan menganalisis suatu objek sebagai suatu bukti untuk
menerangkan suatu kebenaran didepan pengadilan.
Ilmu
forensik sendiri terdiri dari berbagai bidang keilmuan yang berhubungan dengan
pencarian bukti untuk kepentingan peradilan. Sebagai contoh ilmu forensik
terdiri dari patologi forensik, dentistry forensik, antropologi forensik,
kedokteran forensik, psikologi forensik, akuntansi forensik, toksikologi
forensik, dan komputer forensik. Komputer forensik sebagai salah satu cabang
ilmu forensik juga sangat memiliki peran penting mengingat perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi sangat mempengaruhi berkembangnya modus baru
dalam melakukan kejahatan dibidang teknologi informasi dan komunikasi.
Komputer
forensik merupakan suatu cabang ilmu forensik yang memerlukan keahlian khusus
dalam mencari, mengumpulkan dan menganalisis bukti elektronik untuk kepentingan
peradilan. Didalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik mengatur bahwa alat bukti elektronik yang sah yaitu Informasi
Eletkronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa Yang dimaksud dengan
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya. Sedangkan yang dimaksud dengan Dokumen
Elektronik pada Pasal 1 ayat (4) Undang Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik yaitu setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Dari pengertian informasi dan
dokomen elektronik diatas, dapat dilihat ada berbagai data elektronik yang hanya
dapat dimengerti oleh orang-orang yang memiliki keahlian dibidang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Orang-orang yang memiliki keahlian dibidang komputer
inilah yang nantinya akan diberikan lisensi khusus sebagai seorang digital
forensik untuk membantu sistem pembuktian Hukum Acara Pidana di Indonesia. Akan
tetapi sampai sekarang legalitas seorang ahli digital forensik di Indonesia
masih belum jelas keberadaannya. Didalam undang-undang informasi dan transaksi
elektronik jelas menyebutkan mengenai “orang
yang mampu memahaminya” akan tetapi turunan dari aturan ini yang menegaskan
mengenai keberadaan orang tersebut sama sekali tidak ada.
Legalitas yang masih belum jelas
keberadaannya disini yaitu segala bentuk peraturan yang mengatur mengenai hak,
kewajiban, standart pemeriksaan serta syarat formil dan materil dari hasil
pemeriksaan sehingga keabsahan suatu bukti yang telah melewati suatu proses
digital forensik dapat dipastikan sebelum akhirnya digunakan dalam sidang
pembuktian di Pengadilan. Hal ini sangatlah penting, mengingat banyak sekali
persoalan yang timbul dipengadilan akibat memperdebatkan suatu hasil
pemeriksaan digital forensik. Persoalan tersebut paling dekat buktinya pada
saat sidang pengadilan kasus pembunuhan dengan menggunakan sianida yang
disangkakan pada Jessica Kumala Wongso. Dimana pada sidang tersebut saat ahli
Digital Forensik yang dihadirkan jaksa penuntut umum diragukan kredibilitas dan
legalitasnya saat menerangkan hasil pemeriksaan digital forensik yang ada pada
kamera CCTV. Selain perdebatan itu masih banyak lagi perdebatan mengenai
legalitas seorang ahli Digital Forensik.
Bahkan didalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana di Indonesia yang diundangkan didalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di Indonesia hanya
menerangkan mengenai Prosedur atau legalitas seorang ahli Kedokteran forensik
dan tidak menyebutkan mengenai prosedur atau legalitas seorang ahli Digital
Forensik.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa legalitas seorang ahli
Digital Forensik sejatinya masih diragukan dikarenakan kurangnya aturan
mengenai hak, kewajiban, standart pemeriksaan
serta syarat formil dan materil dari hasil pemeriksaan sehingga keabsahan suatu
bukti yang telah melewati suatu proses digital forensik dapat dipastikan
sebelum akhirnya digunakan dalam sidang pembuktian di Pengadilan.
Dikarenakan tidak jelasnya legalitas
seorang ahli Digital Forensik, maka timbul banyak pertentangan mengenai
keterangan yang diberikan seorang ahli Digital Forensik di depan persidangan.
Hal ini tentunya sangat berpengaruh bagi penegakan hukum acara pidana di
Indonesia.
Saran
Sebagai salah satu upaya untuk menegakan
hukum didalam bidang informasi dan transaksi elektronik maka diperlukan suatu
ahli yang dapat menerangkan mengnai suatu bukti dengan keahliannya. Sehingga
diperlukan suatu legalitas yang dapat mengatur mengenai prosedur pemeriksaan
yang nantinya dari hasil pemeriksaan tersebut dapat membuat terang suatu
permasalahan hukum dibidang informasi dan transaksi elektronik. Oleh karenanya
pemerintah harus lebih memperhatikan mengenai legalitas seorang ahli digital
forensik dengan cara membuat suatu peraturan hukum yang disebut dengan peraturan
perundang-undangan yang dapat mengakomodir mengenai seluruh standart atau
prosedur pemeriksaan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan dan setiap konferensi
internasional yang mengatur mengenai keabsaan seorang ahli Digital Forensik
serta disesuaikan dengan keadaan sosial Negara Republik Indonesia.